PENGALAMAN WAWANCARA BEASISWA AUSTRALIA AWARDS 2019
Halo, saya Nofi Hayatuddin, salah satu dari 250 penerima beasiswa Australia Awards (AAS) 2019. AAS ini sendiri adalah salah satu beasiswa bergengsi dari Pemerintah Australia dengan berbagai pilihan jurusan dan kampus, untuk Indonesia sendiri AAS mengutamakan pelamar dari Geographic Focus Area (Indonesia Timur + Aceh), wanita, disabilitas, ASN –untuk informasi lebih lengkap beasiswa ini bisa di cek langsung pada website Australia Awards atau Australia Award Indonesia. Saya sengaja menulis catatan ini sebagai pengingat hari-hari di mana kami bersusah payah mengikuti satu per satu tahapan beasiswa ini hingga bisa sampai ke tahap wawancara, jujur saja saya sangat menyakini bahwa jawaban yang saya beri saat diwawancarai tidak dapat memuaskan para profesor. Hehe. Bukan apa-apa, hanya saja saya mengalami kesulitan untuk memahami Bahasa Inggris berlogat Australia yang digunakan, apalagi dengan kemampuan dan kosakata bahasa inggris saya yang sangat terbatas mengingat saya hanya mempelajari bahasa asing ini di SMP dan SMA tanpa kursus memadai.
Oh ya perlu juga digarisbawahi bahwa ketika menerima email kelulusan melanjutkan ke tahap wawancara (walaupun sebelumnya saya sudah kurang lebih tiga kali melamar berbagai beasiswa LN baik short course maupun long term, saya tidak pernah mencapai tahap wawancara wwkwk), saya benar-benar buta tentang bagaimana sebenarnya wawancara beasiswa, selain informasi bahwa Bahasa Indonesia tidak digunakan dalam wawancara beasiswa AAS. Olehnya catatan ini bertujuan membahas apa dan bagaimana rupa wawancara dalam wawancara beasiswa AAS.
20 Juli 2019 adalah hari di mana jadwal saya untuk melakukan wawancara AAS, dan sebelum hari wawancara dilaksanakan kami diwajibkan mengikuti rangkaian tes IELTS berupa speaking, listening, reading dan writing untuk mengukur seberapa tinggi kemampuan kami dalam menguasai Bahasa Inggris. Hasilnya semakin tinggi nilai IELTS peserta semakin pendek waktu menjalani Pre-Departure Training (PDT), dan sebaliknya, dengan kata lain hasil IELTS menjadi rekomendasi lama waktu pengayaan bahasa sebelum berangkat ke Aussie jika lulus tahap wawancara. Terakhir kali saya mengikuti tes IELTS adalah saat saya mengikuti program beasiswa jangka pendek AAS yang bekerja sama dengan IALF Bali yakni ELTA atau English Language Training Asistance di Ambon selama 3 bulan pada akhir tahun 2018, hasil IELTS saya waktu itu hanya 5. (hanya 5 ini tapi orang Maluku Utara bilang kita musti maraya dada deng aer mata pinggir-pinggir dulu baru dapa 5 alias berusaha keras dengan semangat juang '45 wkwkwkw)
Oke, jadi sebelum sampai ke tahap wawancara seluruh pelamar AAS wajib mengisi dan melengkapi banyak persyaratan pada Oasis (sebuah aplikasi untuk melamar AAS), diantaranya seperti mengunggah dokumen kelahiran, surat ijin atasan bagi yang bekerja, melengkapi CV, menulis pengalaman organisasi, hingga menjawab beberapa pertanyaan dalam bentuk esai Bahasa Inggris yang dibatasi karakter, jadi kita benar-benar harus bisa menulis dengan fokus untuk menjelaskan pertanyaan seperti mengapa memilih jurusan dan kampus tersebut, bagaimana jurusan yang kita pilih akan bisa membantu pengembangan karir, apa yang sudah kamu lakukan untuk membantu penyelesaian masalah di lingkungamu (atau lingkungan kantor bagi yang sudah bekerja), hingga pertanyaan seperti kamu mau bikin apa kalau berhasil memperoleh beasiswa tersebut, belum lagi kamu harus mencari di internet CRICOS atau kode mata jurusan di universitas yang memakan waktu lama karena harus membaca satu per satu universitas yang menyediakan jurusan yang kita inginkan beserta mata kuliah dan lama waktu perkuliahan. Ribet? Susah? Ya iyalah, sudah pasti menyusahkan apalagi jika kamu seorang pekerja, harus bisa mencuri waktu untuk mengisi aplikasi dan menulis esai. Singkatnya banyak waktu, tenaga dan uang yang dihabiskan untuk berjuang dalam jalan ini hahaha. (Saya bahkan beberapa kali di suruh CTRL A + DEL esai saya oleh teman, mengingat betapa amburadul grammar dan tidak fokusnya saya menulis. Well, persetan dengan grammar. SAY IT LOUDER gengs, PERSETAN DENGAN GRAMMAR. wkwkwkwk)
Sarjana saya Sosiologi dan rencana magister saya adalah Studi gender dan perempuan alias Women and Gender Studies, olehnya dalam persiapan menghadapi wawancara saya banyak mempelajari kebijakan dalam meningkatkan kualitas hidup perempuan, mengupayakan kesetaraan gender hingga upaya menekan kekerasan dan statistik laporan kenaikan dan penurunan angka kekerasan (seksual) baik di Indonesia maupun di Australia –mengingat kedua negara ini banyak melakukan kerjasama dalam bidang ini- maupun mempelajari kebijakan-kebijakan Pemerintah Maluku Utara dalam upaya yang sama. Saking fokusnya saya membaca berbagai referensi tentang Kesetaraan Gender (KG), saya lupa bahwa tupoksi saya sebagai ASN pada Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Maluku Utara adalah sebagai staf pada Bidang Pemenuhan Hak Anak, bukan lagi pada KG. Wkwkwk. Jadilah saya “dibantai” saat wawancara oleh kedua profesor yang mewawancarai kami.
Oke, mari bahas pertanyaan yang saya dapat saat waawancara (mohon maaf dari tadi pembahasannya malah tidak fokus), tapi sebelum kami dipanggil satu per satu ke ruangan kami di-briefing sebentar oleh kedua profesor sekalgus perkenalan nama. Professor laki-laki bernama Martin, saya lupa beliau mengajar di mana, yang jelas profesor laki-laki berasal dari universitas di Aussie dan yang perempuan adalah penerima beasiswa AAS yang mengajar pada Universitas Brawijaya namanya Katrina Scaramella, yang profesor perempuan ini saya ingat betul (sebab beliau ini yang pertanyaan-pertanyannya bikin saya ingin basimpang dalam lobang ((bersembunyi di lubang)) hahaha).
Kedua profesor sudah memiliki data dan esai yang kita unggah di Oasis, kita bahkan langsung disapa dengan nama saat memasuki ruang wawancara. Setelah dipersilahkan duduk dan Martin berbasa-basi menanyakan kabar saya, langsung disuruh menjelaskan tentang pekerjaan saya, waktu itu Katrina langsung bilang Why you don’t tell us, what are you doing in your job?! Saya langsung tercengang. Nadanya tegas banget, bu. Kalau di bikin dalam format percakapan jadinya begini nih :
Martin : Hai Nofi, how are you? Bla bla bla (kalimat basa-basi)
Sy : Hai Mr. Martin, I am good. Bla bla bla (balas basa-basi sambil senyum dan bilang terima kasih)
Katrina : (Diam dan memandang saya)
Sy : (Senyum ke Katrina)
Katrina : Oke, so why you don’t tell us, what are you doing in your job?! (pasang muka serius, nada tegas dan memfokuskan atensi pada saya)
Sy : (senyum, tarik nafas, berusaha santai padahal jantung berdetak kencang seperti baru melihat setan hahahaa)
Jika dibuatkan daftar pertanyaan, beberapa pertanyaan yang ditanyakan kepada saya selama 20 menit, yang saya rasa sudah seperti lima jam, seperti ini :
1. Apa sebenarnya pekerjaan kamu dan hubungannya dengan bidang studi yang ingin kamu pelajari pada studi magister?
2. Coba jelaskan kenapa kamu ingin mempelajari Women and Gender Studies?
3. Kenapa universitas tersebut yang kamu pilih? (selama mengisi aplikasi, saya menuliskan Flinders University di Adelaide dan University of Melbourne (Unimelb) di Victoria sebagai pilihan universitas. Sebenarnya Unimelb hanya pilihan alternatif karena saya pusing mencari dan membaca puluhan CRICOS untuk jurusan tersebut)
4. Coba jelaskan mata kuliah yang bikin kamu tertarik kuliah di kedua kampus tersebut?
5. Selain kuliah kamu mau apa di Australia? (saya suka mau jawab, mo parsaja alias mau jalan-jalan cantik ibu, menurut ngana? Wkwkwk tapi tentu saja itu tidak pernah terjadi pemirsa haha)
6. Jadi kamu adalah staf di bidang anak, kenapa kamu hanya mau fokus di studi gender? (pertanyaan Ibu Katrina nih, yang mulai menjurus ke “pembantaian” pengetahuan, setelah pertanyaan ini pertanyaan beliau selanjutnya di bawah menyadarkan saya kalau saya harus realistis, tidak mungkin saya lulus beasiswa AAS)
7. Apa yang sudah dinas kamu kerjakan untuk mengurangi kekerasan pada anak?
8. Apa yang sudah dinas kamu kerjakan untuk membantu memenuhi hak-hak anak?
9. Apa kamu pikir dengan fokus mempelajari studi gender, kamu bisa membantu memenuhi hak-hak anak yang kamu bicarakan? (Sampai pada pertanyaan ini saya mulai sadar, gila pertanyaannya macam menguji nyali, mana si ibu gesturnya pake menyipitkan mata, tangan di dada, si bapak pake lepas kacamata, natap saya macam mau judge, mana saya tidak bisa menggunakan bahasa indonesia pula. Saya setengah mau pingsan, jadilah saya memberanikan menjawab pertanyaan si ibu sambil menantang tatapan matanya, sambil dalam hati berucap, abis ini saya bakal di-blacklist untuk ketidaksopanan saya. TIDAK LULUS TOTAL wkwkwwk)
10. Sebenarnya strategi kalian itu apa sih untuk membuat anak-anak itu aman? Strategi macam apa sih?
11. Jadi kamu adalah staf di bidang anak, kenapa kamu hanya mau fokus di studi gender? (pertanyaan ini diulang lagi sama si ibu, semacam tidak puas sekali dengan jawaban saya sebelumnya. Wkwk. Jadilah saya bilang “itu karena saya percaya segala bentuk ketidakadilan yang dialami perempuan dan anak dalam memperjuangkan keadilan dan hak-hak mereka seperti aman dari segala bentuk kekerasan, maupun bentuk ketidakadilan lain seperti eksploitasi berasal dari ketidaksetaan gender dan ketidakmauan masyarakat untuk menegakan keadilan gender. Bukankah untuk menyelesaikan sebuah masalah kita harus memotong akar masalah?)
12. Oke, jadi di Maluku Utara sendiri bagaimana perkembangan kesetaraan gender dan angka kekerasan apakah menurun? (pertanyaan ini diajukan Prof Martin)
13. Apa yang kamu maksud dengan Sekolah Ramah Anak? (ini pertanyaan lanjutan sebab saya menyinggung SRA dalam pertanyaan tentang upaya mengurangi tindak kekerasan, lalu Mr. Martin menjelaskan pada saya salah satu kebijakan Pemerintah Australia dalam pencegahan kekerasan dan upaya KG yaitu dengan melakukan kampanye program melalui jersey pemain bola, baik pemain bola laki-laki maupun perempuan.
Dia menjelaskan banyak hal terkait upaya serupa yang diakhiri dengan pertanyaan “apakah kamu mengerti apa yang saya ucapkan?”, ketika melihat dahi saya berkerut. Haha, maafkan pak, saya kesulitan medengarkan orang bicara dengan cepat tapi ya saya bisa memahami maksudnya. Kami bertiga tertawa, lalu Mr. Martin melanjutkan dengan kalimat nasihat bahwa “sesungguhnya kita tidak bisa hanya mengajarkan kepada perempuan dan anak perempuan kita untuk melakukan upaya mencegah kekerasan terjadi pada diri mereka, kita juga harus melakukan upaya yang sama pada laki-laki.” Iya pak, sebab kita harus bilang pada laki-laki untuk tidak memperkosa perempuan, ucap saya pada beliau. Selesai? Tidak tentu saja, masih ada pertanyaan lain pemirsa wkwkwk)
14. Oke Nofi, pertanyaan terakhirnya adalah kamu mau jadi apa dalam 10 tahun ke depan?
Setelah wawancara berakhir saya keluar ruangan dan disambut dengan pertanyaan “lama banget ya sesi kamu?” oleh beberapa peserta. Iya saking lamanya, kalau dilanjutkan saya bisa gila. Hahah. Kenapa 20 menit dalam wawancara dirasakan seperti seabad? Karena wawancara pake Bahasa Inggris. Jadi untuk semua kawan-kawan yang ingin melamar beasiswa luar negeri, tetap semangat untuk menggapai mimpi. Awali dengan niat, sebab sebesar apapun keinginan hanya tetap jadi keinginan bila kita tidak berusaha. Pokoknya jangan takut rugi apalagi takut keluar dari zona nyaman. Bila ada yang bilang beasiswa itu asik, keren, seru dan lain-lain tapi kenapa pake Bahasa Inggris itu, harus bikin esai lagi. Pernah dengar, orang bijak bilang bahkan untuk bisa bermimpi dalam arti sebenarnya kita butuh syarat yaitu tidur.
Jadi, semangat ya. Lain kali saya akan menulis tentang ELTA.
Ternate, 19 September 2019
*IG : Ovy_hayatuddin
Fb : Ovy
Tulisan yg sangat menarik,dan kamu membuat sy berkeinginan melanjutkan mimpi sy yg sdh d buang selama 10 thn terakhir ini..good luck novi,proud of you last but not least...nice to meet you..😘😘😘
BalasHapusHalo kaka. Nice to know you too. Fighting kaka smngat.
HapusAduh aku nava dengan penuh jantung tapukul kaka❤
BalasHapusSehat selalu, selamat menyambut mimpi2nya kak❤
Hahahahha
HapusAamiin semoga sehat selalu Ana
Tetap semangat ovy, sukses selalu
BalasHapusTetap semangat 💪💪
HapusYou deserve to have it, my dear. I will try it next year and hopefully, I will pass all of the tests. I will repair my English so it could be better. Also, I will find the error I did last time. See you when I see you. You should be proud of your self and never give up. I hope you succeed in your PDT AND achieve a high score. GB.
BalasHapusSee you on top beb. Your future will be bright more than anyone. Laavv yaaa
HapusDan hampir ketingalan pesawat ketika hendak ikut tes wawancara di Makasar. Wkwkwk😂
BalasHapusHahhahaa kalakuang itu tu 🤣🤣
Hapusmenginspirasi kaka. semoga lancar samua samua. maluku utara bangga.
BalasHapussaya. trima kasih
HapusTerima kasih mimin...
BalasHapusKeren, keren..
Mimin youtuber lebeih keren 👏
HapusTerima kasih kak atas infonya
BalasHapusKlo boleh saya bisa minta supporting statementnya kaka..
Please kak... 🙏🙏😁😁
Terima kasih sudah baca, kak. Boleh kak, DM alamat email ke IG saya (IG : Ovy_hayatuddin) 🙏
HapusBaru nemu yang 1 inii, very useful kak. thank you for your sharing
BalasHapusHi, Ila. Thanks for reading hehe
HapusBanyak ngebaca blog yang pembahasannya sama. Tapi di blog kakak jadi pengen ninggalin komentar. Spiritnya kakak sampe ke pembaca. Buat senyum - senyum sendiri sambil ngebacanya. Jadi pengen nyobain bilang "menurut ngana?" Happy! :)
HapusHahhaah menurut ngana? 🤦😂😂 makasih sudah mampir Anon ❤️ salam kenal 👋
HapusHai kak Ovy! I’m one of your followers, aku follow kk udh lumayan lama tapi baru baca cerita hebat kak Ovy, so proud of you. Tau gk kak? Setiap postingan kk lewat di beranda IGku selalu aku shalawatin dan dalam hati sllu berkata klo kak Ovy bisa berarti aku insyaAllah juga pasti bisa. Hope I can be like you, one day. Keep inspiring kak!❤️
BalasHapus