WHAT’S GOIN ON ADELAIDE?
Hi, it’s Ovy again. Saya seminggu yang lalu dibawa pesawat ke negara, benua, pulau atau apapun yang dikenal dengan nama Australia. Pertama kali bepergian ke luar negeri, saya dilanda kegugupan yang berujung ke overthinking wkwk. Sebagaimana kawan-kawan saya, sesama penerima beasiswa Australia Awards Scholarship (AAS), saya sudah pasti wajib ke Australia untuk menempuh pendidikan di bidang studi dan kampus tujuan.
Berkuliah di
Flinders University di Adelaide, saya tiba di sini tanggal 9 Juni 2022 dan
setelah melewati perjalanan Tidore – Ternate – Jakarta –Sydney – Adelaide yang
membagongkan lelahnya, tibalah saya di Bedford Park dengan keadaan mengejutkan
lainnya haha. Sungguh mati, minggu pertama di Adelaide adalah minggu culture
shock kiapaaaa haha. Pertama, saat
sampai saya yang membawa RAT saliva dari Jakarta, tidak tau cara memakainya. Saya
mencari tutorial di yutub selama setengah jam dan berakhir dengan mencari
bantuan online pada teman di Canberra, Biak hingga Kupang wkwk (btw, teman yang
terakhir ini dokter jadi jawaban dan penjelasannya sungguh mengembalikan saya
ke jalan yang benar haha, makasih e kaka
wkwk).
Kenapa sulit
sekali memakai RAT? Karena saya tidak terbiasa mengunakan RAT jenis saliva,
sungguh saya terkejut terheran-heran dengan pipet dan semacam corong yang
sebenarnya berfungsi sebagai tempat meludah penggunanya. Awalnya saya pikir saya salah beli, atau
penjual salah mengirim barang haha ternyata saya yang tidak punya pengetahuan
tentang itu.
Apa yang terjadi
kemudian? Saya berhasil kok, tenang saja wkwk. Setelahnya, saya mandi dan makan
roti lapis isi ayam kurang micin nan pucat yang dibeli saat transit di bandara
Sydney. Beruntungnya, malamnya saya diberi nasi, sayur wortel dan telur orak
arik oleh salah satu mahasiswa Indonesia di flat yang saya tinggali (makasih
sekali ya nona Radwha, kebaikanmu akan ku ingat selamanya haha)
Mari melompat ke
culture shock selanjutnya. Setelah berhasil membeli metro card (dibantu lagi
oleh salah satu mahasiswa Indonesia) dan mengisi saldonya, kami justru diantar oleh
seorang mahasiswa Indonesia lainnya (sampai di titik ini saya bersukur sekali bisa
bergabung dengan grup PPIA Flinders, memang dong
terlove samua hiks) untuk membeli sim card dan
mengaktifkan akun bank. Setelahnya saya belanja kebutuhan makanan karena
berniat memasakan sesuatu yang bisa ditelan lambung Tidore saya haha. Keesokan
harinya drama culture shock selanjutnya mulai nampak, pemirsa haha. SUNGGUH MATI SAYA NI BARU PERTAMA KALI PAKE
KOMPOR LISTRIK.
Saya memotong dan
menyiapkan bahan makanan sambil menunggu beberapa kawan sekelas di
Pre-departure training Bali 2020 menjawab whatsapp saya tentang CARA PAKE
KOMPOR LISTRIK (percayalah orang-orang ini mungkin sudah bosan menghadapi
pertanyaan gaptek saya, btw mereka orang yang sama yang saya tanyai tentang RAT
saliva wkwk).
Google? Ooh tentu sudah besti, yutub? Apalagi. Berhasil? TIDAK hahaha
Sayang sekali,
saat saya memasak tidak ada penghuni lain di lantai yang sama dengan saya. Lalu,
kemana lagi ku bertanya kalau bukan pada kawan-kawan “senior” ku haha
Mendapati pertanyaan
itu, kawan di Canberra segera menghubungi saya melalui video call lalu
mengarahkan saya ke temannya yang bisa menggunakan kompor listrik (entah apalah
sebutannya tu kompor wkwk). JAWABANNYA, TERNYATA SAYA CUMA KURANG LAMA MENEKAN
TOMBOL POWER HAHAHAAH
Sunggguh suanggi.
Setelah memasak,
saya diperingati oleh satu kawan tentang asap memasak di Australia yang dapat
memicu aktifnya alarm kebakaran. Duuhhhh, abis itu justru mau menangis tiap
lapar haha. Kenapa? Mau masak takut barang
smoking detector lucu itu menyala pas lagi asik menggoreng hahaa
Meskipun begitu,
penghuni baik lainnya bersedia memberi tau saya tentang hal-hal seperti alarm
kebakaran dan cara menghindari mengaktifkannya saat memasak. Dan coba tebak berapa
hari kah saya dapat bertahan agar tidak ada asap berlebihan saat memasak????
Coba tebak. TEBAKLAH. Hahaha
Sudah selesai-kah
culture shock kita ini? Tentu saja belum. Satu hari saya membeli ayam di salah
satu supermarket terdekat dan menggorengnya dengan api kecil selama beberapa
menit. BUKAN. Bukan detector asapnya yang menyala, tapi ayamnya yang tidak
matang sampai kedalam haha
Sungguh mati,
kulit luarnya bahkan sudah mulai hangus tapi isinya tidak matang HAHAH, jadilah
saya malam itu makan nasi, sayur dan kuit ayam yang hangus sambil memaki tapi
tertawa setelahnya. WHAT A DAY, WHAT A LIFE wkwk. (coba abis ini ada yang komentar tidak tau memasak sini, saya bawa
besok tu kompor listrik ke rumah kalian supaya masak pake itu dan liat seberapa
hangus tapi tidak matangnya ayam kalian wwkwk)
Baiklah, mari
kita kembali ke mode jaim, anggun dan polos bestie hahaa.
Puncaknya adalah
hari ini. Sunggguh suatu culture shock yang menghasilkan trauma. Saya sedang
memasak dengan membuka jendela dekat dapur dan pintu depan lebar-lebar agar
sirkulasi udara di sekitar dapur terjaga, demi menghindari meraungnya suara
alarm kebakaran. Saat saya mematikan kompor, tiba-tiba alarm kebakaran di atas
kepala saya berbunyi dengan sangat keras. SAYA KAGET SAMPAI HAMPIR MENJATUHKAN
SAYUR YANG BARU DITUMIS, dengan muka pucat hampir menangis tentunya wkwk.
Saya keluar
dengan tergesa hanya untuk mendapati seorang penghuni lantai atas menatap saya
dengan mengerikan sambil berucap “ya, itu karena kamu masak.” Setelah dicek di
panel alarm kebakaran yang tertempel di dinding lantai dasar, ternyata nyala alarm
kebakarannya berasal dari tiga lantai di atas lantai saya tinggal. Alasannya? Ya
sama, masak juga hahaha
Sungguh
mengejutkan dan menakutkan. Suara keras alarm, respon penghuni lain dan tatapan
menjengkelkan mereka membuat saya takut memasak lagi. Tidak sampai dua menit
kemudian, dua mobil pemadam kebakaran dengan petugas yang berpakaian lengkap
dan sirine mobil yang meraung-raung meghampiri kami. Sumpah saya mau tertawa
tapi ingin menangis tapi ingin tertawa tapi lalu merasa takut karena ingat akan
ada denda.
Kawan saya yang
memasak dan asapnya mengaktifkan alarm kebakaran menelepon petugas keamanan dan
menjelaskan situasinya. Respon petugas pemadam kebakaran yang datang sungguh menenangkan,
kalimat “tidak apa-apa” dan sesuatu yang menenangkan diucapkan meskipun sambil
menatap kami dengan senyum dan bertanya “di mana apinya?”
PAK, NGGA ADA API
PAK. ASAP MASAK AJA SUMPAH. HUHUU
*Adelaide, 18 Juni
2022
*btw abis tu
kejadian, kami bertiga (saya, kawan yang memasak sampe mo bakar dapur, sama kawan
dari Mongolia) yang kebetulan sekelas IAP, bercanda sambil bilang “HARUSKAH
KITA MEMASAK DI HALAMAN SAJA? Pake itu ranting-ranting pohon mati segan hidup
tak mau itu??? Atau bagemanaa?? HAHAA”
oh tuhan...tatawa sampe gigi karing baca tulisan 1 ni...
BalasHapusCeeeee ngoni ni.. ayo kase basah gigi dulu hahaha
Hapushahahahaaa, so soo excited..good luck ovy😅😅😅
BalasHapusKakaaaaa dankee banya so basingga 😘
HapusMasak gohu saja biar tara timbul asap🤗
BalasHapus24/7 per 2 tahun kalo makan gohu trus akan aku tamba pucat kakaaa hahah
Hapus🤣🤣🤣 makan dg kulit ayam angus 😂😂😂
BalasHapusSupaya jang cuma ikan bakar la ayam bakar butul ni wkwwk
HapusSu batul bakar batu sa jua Kak
BalasHapusSapa ni?? Hahahaa
HapusBakar batu di Wamena sana enak ee.. banya makanan enak
Semangat Ovy.... badai pasti berlalu. G sampai sebulan kamu pasti tau cara masak dan trik supaya alarm itu g berbunyi lagi.
HapusSalam dari Ambon
Semangat Kakaaa 💪💪💪💪
HapusYa Allah Ovy, sehat terus. Semangat. Di tunggu ya cerita2 selanjutnya
BalasHapusHahahahaha... Culture shock 🤣
BalasHapusSama Ovy...
Iyoooo hahah shocknya tu betul-betul shock kenapaaaa hahah
Hapus🤣🤣 alarm saja oto pemadam satu kali 2 sandar e.. dapa sini rumah su abis oto blm sampe 2.. 🤭 kyknya bikin ayam pop saja supaya tr ba asap
BalasHapusHahahaaa iyoo ee.. lama-lama ni makan ayam manta dah hahah
Hapus